BAB I
PENDAHULUAN
A.
TUJUAN
Mempelajari sifat-sifat protein yang terdiri dari
sifat kogulasi , sifat amfoter, dan sifat reversible protein.
B.
DASAR TEORI
Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk
hidup. Selain itu,
protein merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia.
Protein ditemukan oleh Jöns Jakob
Berzelius pada tahun 1838. Secara kimia
dapat dibedakan antara protein sederhana yang terdiri dari polipeptida dan
protein kompleks yang mengandung zat-zat makanan tambahan seperti hern, karbohidrat,
lipid atau asam nukleat. Untuk
protein kompleks, bagian polipeptida dinamakan aproprotein dan keseluruhannya
dinamakan haloprotein. Secara fungsional protein juga menunjukkan banyak
perbedaan. Dalam sel mereka berfungsi sebagai enzim, bahan bangunan, pelumas
dan molekul pengemban. Tapi sebenarnya protein merupakan polimer alam yang
tersusun dari berbagai asam amino melalui ikatan peptida (Hart, 1987). Sifat-sifat protein beraneka ragam, dituangkan dalam
berbagai sifatnya saat bereaksi dengan air, beberapa reagen dengan pemanasan
serta beberapa perlakuan lainnya. Semua molekul dengan jenis protein tertentu
mempunyai komposisi dan deret asam amino dan panjang rantai polipeptida yang
sama. Protein memiliki fungsi sebagai berikut (Lehninger, 1996): Enzim,
merupakan katalis biokimia; Pengukur pergerakan; Alat pengangkut dan penyimpan;
Penunjang mekanisme tubuh; Pertahanan tubuh (imune atau anti-bodi); Media
perambatan impuls saraf; dan Pengendali pertumbuhan.
Pada uji biuret, ketika beberapa tetes larutan
CuSO4 yang sangat encer ditambahkan pada alkali kuat dari peptida atau protein
dihasilkan warna ungu, adalah test yang umum untuk protein dan diberikan oleh
peptida yang berisi dua atau lebih rantai peptida. Biuret dibentuk
Ada 20 asam amino yang memiliki perbedaan pada struktur rantai samping
telah digunakan sel-sel manusia untuk membuat protein. Struktur rantai samping
menentukan kelas-kelas asam amino, antara lain seperti polar, nonpolar, netral,
asam, dan basa. Sel manusia dapat mensintesis kebanyakan asam amino yang
dibutuhkan untuk membuat protein. Meskipun begitu ada sekitar delapan asam
amino yang disebut sebagai asam amino esensial karena tidak dapat disintesis
oleh sel manusia sehingga harus didapatkan dari makanan (Goff, 1995).
Asam amino tergabung dengan ikatan kovalen oleh ikatan peptida menjadi
protein. Ikatan peptida merupakan ikatan amida yang dibentuk antara ikatan asam
karboksilat asam amino satu dengan gugus amina asam amino yang lain. Setiap
asam amino mengandung paling tidak satu gugus amina dan satu gugus asam
karboksilat. Dapat juga terbentuk ikatan peptida dengan dua cara. Contohnya
seperti yang terjadi pada Gambar 2 dan juga mungkin terjadi ikatan peptida
antara gugus asam karboksilat valin dengan gugus amina glisin sehinga menghasilkan
valilglisin. Sedangkan protein terbentuk dari ratusan asam amino yang
dihubungkan dengan ikatan peptida membentuk rantai peptida (Abrams, 2010).
Berikut ini akan ditulis bagaimana protein dapat berionisasi sehingga
menjadi dapat bermuatan positif maupun negatif. Prinsip ini adalah prinsip
dasar isolasi protein menggunakan garam konsentrasi rendah maupun dengan
pengaturan pH pada titik isoelektriknya. Seperti halnya asam amino, protein
yang larut dalam air akan membentuk ion yang mempunyai muatan positif dan
negatif. Dalam suasana asam molekul protein akan membentuk ion positif,
sedangkan dalam suasana basa akan membentuk ion negatif. Pada titik isoelektrik
protein mempunyai muatan positif dan negatif yang sama, sehingga tidak bergerak
kearah elektroda positif maupun negatif apabila ditempatkan di antara kedua
elektroda tersebut. Ionisasi protein dapat digambarkan sebagai berikut (Murray,
2006):
Protein
(sebagai kation) <======> H+
+ “Protein” (zwitter ion)
NH2-
+ “Protein” (zwitter ion) <======> Protein
(anion)
A.
Kelarutan
Protein
Didalam molekul protein
terdapat asam amino hidrofilik dan asam amino hidrofobik. Setelah protein
berikatan dalam larutan air, asam amino hidrofobik biasanya membentuk area
perlindungan hidrofobik karena sifatnya tidak dapat berikatan dengan air
sehingga air tidak dapat masuk kedalam area yang terdapat asam amino
hidrofobik, sementara asam amino hidrofilik akan berikatan dengan molekul
solven (air) dan memungkinkan protein untuk membentuk ikatan hidrogen dengan
molekul air di sekitarnya. Jika pada permukaan protein terdapat asam amino
hidrofilik yang cukup maka protein dapat larut dalam air.
1.Pengaruh
pH
Seperti asam amino,
protein yang larut dalam air akan membentuk ion yang mempunyai muatan positif
dan negatif. Dalam suasana asam molekul protein akan membentuk ion positif,
sedangkan dalam suasana basa akan membentuk ion negatif. Pada titik isolistrik
protein mempunyai muatan positif dan negatif yang sama, sehingga tidak bergerak
ke arah elektroda positif maupun negatif apabila ditempatkan di antara kedua
elektroda tersebut. Protein mempunyai titik isolistrik yang berbeda-beda. Titik
isolistrik protein mempunyai arti penting karena pada umumnya sifat fisika dan
kimia erat hubungannya dengan pH isolistrik ini. Pada pH di atas titik
isolistrik protein bermuatan negatif, sedangkan di bawah titik isolistrik,
protein bermuatan positif. Titik isolistrik pada albumin adalah pada pH
4,55-4,90
1.
Pengaruh
Konsentrasi Garam
Salting out
Ketika konsentrasi garam meningkat,
sebagian dari molekul-molekul air akan tertarik oleh ion garam, yang kemudian
akan mengurangi jumlah molekul air yang dapat berinteraksi dengan bagian
hidrofobik protein. Sebagai akibat dari meningkatnya permintaan molekul solven
, interaksi antar protein menjadi lebih kuat daripada interaksi antara pelarut
dan zat terlarut, Hal ini akan menyebabkan molekul-molekul protein mengental
dengan membentuk interaksi hidrofobik dengan satu sama lain. Proses ini dikenal
sebagai salting-out.
Dalam pembahasan lain disebutkan bahwa
salting out terjadi ketika pada konsentrasi garam yang tinggi, garam akan lebih
cenderung mengikat air dan menyebabkan agregasi. Sehingga molekul protein
mengalami presipitasi.
Salting in
Biasanya dalam air murni, protein sukar
larut. Dengan adanya penambahan garam, kelarutan protein akan meningkat. Hal
ini disebabkan oleh ion anorganik yang terhidrasi sempurna akan mengikat
permukaan protein dan mencegah penggabungan (agregasi) molekul protein. Hal ini
disebut salting in.
Kelarutan protein akan berkurang bila ke
dalam larutan protein ditambahkan garam-garam anorganik, akibatnya protein akan
terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan protein ini disebut salting out.
Bila garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan
mengendap. Pengendapan terus terjadi karena kemampuan ion garam untuk
menghidrasi, sehingga terjadi kompetisi antara garam anorganik dengan molekul
protein untuk mengikat air. Karena garam anorganik lebih menarik air maka
jumlah air yang tersedia untuk molekul protein akan berkurang. Larutan albumin
dalam air dapat diendapkan dengan penambahan amoniumsulfat ((NH4)2SO4) hingga
jenuh. Setelah larutan albumin dijenuhkan dengan (NH4)2SO4, uji kelarutan
endapan yang terjadi dengan air menunjukkan hasil positif (endapan larut
membentuk butiran). Kemudian butiran direaksikan dengan pereaksi milon, dan
bereaksi positif dengan ditandai endapan berwarna kemerahan. Uji filtrat dengan
pereaksi biuret juga menunjukkan hasil poisitif yang ditandai larutan berwarna
ungu violet. Pengujian endapan yang dihasilkan dengan pereaksi milon bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya kandungan tirosin, sedangkan pengujian filtrat
dengan pereaksi biuret bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya gugus amida pada
filtrat yang dihasilkan.
2.
Denaturasi
Protein
Denaturasi protein dapat diartikan suatu
perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener
molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu,
denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik,
ikatan garam dan terbukanya lipatan molekul protein. Denaturasi protein
meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan
tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk
memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah
proses denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur
sekunder dan tersier protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat
jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan
hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar,
yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses
presipitasi dan koagulasi protein
Denaturasi, koagulasi dan redenaturasi
dapat dibedakan sebagai berikut. Denaturasi protein adalah suatu keadaan telah
terjadinya perubahan struktur protein yang mencakup perubahan bentuk dan
lipatan molekul, tanpa menyebabkan pemutusan atau kerusakan lipatan antar asam
amino dan struktur primer protein. Koagulasi adalah denaturasi protein akibat
panas dan alkohol. Redenaturasi adalah denaturasi protein yang berlangsung
secara reveresibel.
Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna protein tersebut.
Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna protein tersebut.
Pemanasan akan membuat protein bahan
terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi
karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang
ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang
berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang
sempit.
3.
Pengukuran
Kelarutan Protein
Percobaan kelarutan protein dilakukan
dengan cara melarutkan protein ke dalam akuades pada pH yang berbeda. Setelah
disentrifusi, akan terdapat dua fase, yaitu fase endapan dan fase supernatan.
Kelarutan protein dapat diukur dari kadar protein terlarutnya. Semakin banyak
protein yang larut di bagian supernatan, maka menunjukkan peningkatan kelarutan
protein. Protein yang terlarut dapat diukur dengan metode penetapan protein,
seperti metode Lowry. Metode Lowry adalah salah satu metode untuk mengukur
kadar protein contoh berdasarkan pada prinsip-nya reaksi antara ion Cu2+ dengan
ikatan peptida dan reduksi asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstat oleh
tirosin dan triptofan (merupakan residu protein) yang akan menghasilkan warna
biru.
BAB II
METODOLOGI PRAKTIKUM
A.
BAHAN dan ALAT
Bahan
1. Susu Skim
2. Susu Full Cream
3. Susu Sapi
4. Putih Telur Ayam Horn
5. Putih Telur Ayam Kampung
6. Putih Telur Bebek
Alat
1.
Gelas piala
2.
Tabung reaksi
3.
pH meter atau
kertas indikator pH
4.
pengaduk magnet
5.
pipet
6.
pemanas air
7.
buret
8.
alat analisa protein
metode formol
B.
PROSEDUR KERJA
Ø Pengaruh
Pemanasan Terhadap Kelarutan Protein
1.
Siapkan trx ( B
, K , P , Be , S.segar , S.skim , S.fullcream)
2.
Isi larutan
masing-masing 10ml
3.
Amati bentuk dan
warna sebelum dan sesudah dipanaskan
4.
Tentukan kadar
protein terlarut masing-masing sampel (tidak dipanaskan dan dipanaskan)
Ø Penentuan Kadar
Protein Metode Formol
1.
Masukkan 10 ml
sampel kedala Erlenmeyer 100ml
2.
Tambahkan 20ml
aquades dan 0,4ml larutan K.oksalat
3.
Tambahkan 1 ml
indicator PP 1 % diamkan selama 2 menit
4.
Titrasi dengan
NaOH 0,1 N sampai warna merah jambu (a ml)
5.
Tambahkan 2 ml
larutan formaldehyde
6.
Titrasi dengan
NaOH 0,1 N sampai warna seperti pada point 4
(b ml)
7.
Lakukan yang
sama terhadap blanko
Perhitungan :
·
BAB III
DATA PENGAMATAN
1.
HASIL
PENGAMATAN
·
Sebelum dipanaskan
No
|
Jenis Bahan
|
Warna
|
Bentuk
|
1
|
Telur
bebek
|
Bening
Kehijauan
|
Encer
|
2
|
Telur
ayam
|
Bening
|
Encer
|
3
|
Telur
horn
|
Kuning
|
Lebih
kental
|
4
|
Telur
puyuh
|
Bening
kekuningan
|
Encer
|
5
|
Susu
skim
|
Putih
kekuningan
|
Agak
kental
|
6
|
Susu
segar
|
Putih
pekat
|
Encer
|
7
|
Susu
fullcream
|
Putih
tulang
|
Kental
|
·
Sesudah dipananaskan
No
|
Jenis Bahan
|
Warna
|
Bentuk
|
1
|
Telur
bebek
|
Putih
|
Sangat
padat
|
2
|
Telur
ayam
|
Putih
kekuningan
|
Padat,
agak encer
|
3
|
Telur
horn
|
Putih
|
Padat
|
4
|
Telur
puyuh
|
Putih
kekuningan
|
Padat
kenyal
|
5
|
Susu
skim
|
Putih
kekuningan
|
Cair
|
6
|
Susu
segar
|
Putih
|
Cair
|
7
|
Susu
fullcream
|
Putih
keruh
|
Mengendap
|
Pengaruh pemanasan terhadap kelarutan protein :
Susu Fullcream =
x 0,2 x 14,08
=
x 0,2 x 14,08
= 0,02816
Susu Skim =
x 0,2 x 14,08
=
x 0,2 x 14,08
= 0,036608
Susu Sapi =
x 0,2 x 14,08
=
x 0,2 x 14,08
= 0,047872
BAB III
PEMBAHASAN
Denaturasi, koagulasi dan redenaturasi dapat dibedakan
sebagai berikut. Denaturasi protein adalah suatu keadaan telah terjadinya
perubahan struktur protein yang mencakup perubahan bentuk dan lipatan molekul,
tanpa menyebabkan pemutusan atau kerusakan lipatan antar asam amino dan
struktur primer protein. Koagulasi adalah denaturasi protein akibat panas dan
alkohol.
Redenaturasi adalah denaturasi protein yang berlangsung
secara reveresibel.
Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen
dan interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat
meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak
atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut.
Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa
makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang dikandung supaya memudahkan
enzim pencernaan dalam mencerna protein tersebut.
Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi
sehingga kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas
akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur
alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan
peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit.
Seperti asam amino, protein yang larut dalam air akan
membentuk ion yang mempunyai muatan positif dan negatif. Dalam suasana asam
molekul protein akan membentuk ion positif, sedangkan dalam suasana basa akan membentuk
ion negatif. Pada titik isolistrik protein mempunyai muatan positif dan negatif
yang sama, sehingga tidak bergerak ke arah elektroda positif maupun negatif
apabila ditempatkan di antara kedua elektroda tersebut. Protein mempunyai titik
isolistrik yang berbeda-beda. Titik isolistrik protein mempunyai arti penting
karena pada umumnya sifat fisika dan kimia erat hubungannya dengan pH
isolistrik ini. Pada pH di atas titik isolistrik protein bermuatan negatif,
sedangkan di bawah titik isolistrik, protein bermuatan positif. Titik
isolistrik pada albumin adalah pada pH 4,55-4,90.
Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung
rantai molekul protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan
(polielektrolit) dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun basa).
Daya reaksi berbagai jenis protein terhadap asam dan basa tidak sama,
tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul. Dalam
larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi dengan H+, sehingga
protein bermuatan positif. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi) molekul
protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif. Pada pH isolistrik
muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehingga molekul
bermuatan nol.
Garam logam berat seperti Ag, Pb, dan Hg akan membentuk
endapan logam proteinat. Ikatan yang terbentuk amat kuat dan akan memutuskan
jembatan garam, sehingga protein mengalami denaturasi. Secara bersama gugus
–COOH dan gugus –NH2 yang terdapat dalam protein dapat bereaksi dengan
ion logam berat dan membentuk senyawa kelat. Ion-ion tersebut adalah Ag+,
Ca++, Zn++, Hg++, Fe++, Cu++,
Co++, Mn++ dan Pb++. Selain gugus –COOH dan
gugus –NH2, gugus –R pada molekul asam amino tertentu dapat pula
mengadakan reaksi dengan ion atau senyawa lain. Gugus sulfihidril (-SH) pada
molekul sistein akan bereaksi dengan ion Ag+ atau Hg++
(Poedjiadi, 1994). Dari hasil percobaan diketahiu bahwa reagsi antara logam
berat dan albumin menghasilkan endapan, endapan yang paling banyak dihasilkan
oleh AgNO3 diikuti HgCl2 dan Pb-asetat. Logam Ag dan Hg
lebih reaktif daripada Pb kerena kedua logam tersebut merupakn logam transisi
pada sistem periodik unsur. Garam logam berat sangat berbahaya bila sampai
tertelan karena garam tersebut akan mendenaturasi sekaligus mengendapkan
protein sel-sel tubuh. Hal ini seperti denaturasi oleh
raksa (Hg) untuk pemurnian emas yang terjadi di Minamata, Jepang.
Kelarutan protein akan berkurang bila ke dalam larutan
protein ditambahkan garam-garam anorganik, akibatnya protein akan terpisah
sebagai endapan. Peristiwa pemisahan protein ini disebut salting out.
Bila garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan
mengendap. Pengendapan terus terjadi karena kemampuan ion garam untuk
menghidrasi, sehingga terjadi kompetisi antara garam anorganik dengan molekul
protein untuk mengikat air. Karena garam anorganik lebih menarik air maka
jumlah air yang tersedia untuk molekul protein akan berkurang.
Larutan albumin dalam air dapat diendapkan dengan
penambahan amoniumsulfat ((NH4)2SO4) hingga
jenuh.
Setelah larutan albumin dijenuhkan dengan (NH4)2SO4,
uji kelarutan endapan yang terjadi dengan air menunjukkan hasil positif
(endapan larut membentuk butiran). Kemudian butiran direaksikan dengan pereaksi
milon, dan bereaksi positif dengan ditandai endapan berwarna kemerahan. Uji
filtrat dengan pereaksi biuret juga menunjukkan hasil poisitif yang ditandai
larutan berwarna ungu violet. Pengujian endapan yang dihasilkan dengan pereaksi
milon bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan tirosin, sedangkan
pengujian filtrat dengan pereaksi biuret bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya gugus amida pada filtrat yang dihasilkan.
Protein akan mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada
suhu 50oC atau lebih. Koagulasi ini hanya terjadi bila larutan
protein berada titik isolistriknya. Pada pH iso-elektrik (pH larutan tertentu
biasanya berkisar 4–4,5 di mana protein mempunyai muatan positif dan negatif
sama, sehingga saling menetralkan) kelarutan protein sangat menurun atau
mengendap, dalam hal ini pH isolistrik albumin adalah 4,55-4,90. Pada
temperatur diatas 60oC kelarutan protein akan berkurang (koagulasi)
karena pada temperatur yang tinggi energi kinetik molekul protein meningkat
sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur
sekunder, tertier dan kuartener yang menyebabkan koagulasi.
Pada uji koagulasi, penambahan asam asetat bertujuan agar
larutan albumin mencapai pH isolistriknya sehingga bisa terkoagulasi. Hasil uji
kelarutan endapan dengan air menunjukkan hasil negatif. Setelah endapan diuji
dengan pereaksi millon, warna berubah menjadi merah bata yang artinya terjadi
reaksi positif. Pengujian endapan yang dihasilkan dengan pereaksi milon
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan tirosin.
Protein dapat diendapkan dengan penambahan alkohol.
Pelarut organik akan mengubah (mengurangi) konstanta dielektrika dari air,
sehingga kelarutan protein berkurang, dan juga karena alkohol akan berkompetisi
dengan protein terhadap air. Pada uji pengendapan protein oleh alkohol endapan yang
paling banyak dihasilkan oleh buffer asetat, diikuti oleh NaOH dan HCl. Buffer
asetat menghasilkan endapan yang paling banyak karena memiliki pH 4,7 yang sama
dengan pH isolistrik albumin (4,55-4,90). Sedangkan pada reaksi denaturasi
albumin tanpa penambahan alkohol, endapan yang paling banyak dihasilkan oleh
buffer asetat, diikuti oleh HCl dan NaOH ; penambahan bufer asetat bertujuan
agar pH isolistrik tercapai, sehingga albumin dapat terdenaturasi.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sifat
kimia protein merupakan suatu senyawa organik yang mempunyai berat molekul
besar antara ribuan hingga jutaan satuan(g/mol). Protein tersusun dari
atom-atom C,H,O dan N ditambah beberapa unsur lainnya seperti P dan S.
Atom-atom itu membentuk unit-unit asam amino. Urutan asam amino dalam protein
maupun hubungan antara asam amino satu dengan yang lain, menentukan sifat kimia
suatu protein (Girinda, 1990).
DAFTAR PUSTAKA
·
Fessenden, R.J and Fessenden, J.S,
1989, Kimia Organik jilid 2, Erlangga, Jakarta.
·
Girinda,
A, 1990, Biochemistry, Printia Hall, New York.
·
Hart,H, 1987, Kimia Organik,
alih bahasa: Sumanir Ahmadi, Erlangga, Jakarta.
·
Winarno, F.G, 1997, Kimia Pangan Dan
Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo Komentar :)