Pertandingan final Canada Open 2013 sempat diwarnai
keributan antar pemain di sector ganda putera, anehnya pemain yang sedang rebut
bukan berasal dari Negara yang berbeda, melainkan berasal dari Negara yang sama
yaitu Thailand. Maneepong Jongjit dan Boddin Isara terlibat perkelahian hebat
di lapangan bulutangkis dan sempat terjadi kejar-kejaran di area lapangan. perkelahian
tersebut
Minggu, 28 Juli 2013
Jumat, 26 Juli 2013
Stroke
Stroke
Stroke
merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama di
Indonesia.Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus
ditangani secara cepat, tepat, dan cermat.
Penyakit
Stroke sangat sering terjadi di Indonesia , umumnya terjadi pada orang yang
mulai memasuki usia lanjut,penyebab stroke biasanya terjadi karena pembuluh
darah di otak mengalami penyempitan atau penyumbatan sehingga bisa menyebabkan
abnormalitas padagerakan manusia.
Strok adalah sindrom klinis yang
awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal
dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan
kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik. Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara,
beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10 - 20 menit), tapi kurang dari
24 jam, disebut sebagai serangan iskemia otak sepintas (transient ischaemia
attack = TIA).
1. Etiologi
1.
Infark otak (80 %)
o
Emboli
a.
Emboli kardiogenik
b.
Emboli paradoksal (foramen ovale
paten)
c.
Emboli arkus aorta
o
Aterotrombotik (penyakit pembuluh
darah sedang-besar)
a.
Penyakit ekstrakranial
o
Arteri karotis interna
o
Arteri vertebralis
b.
Penyakit intrakranial
o
Arteri karotis interna
o
Arteri serebri media
o
Arteri basilaris
·
Lakuner
(oklusi arteri perforans kecil)
2.
Perdarahan intraserebral (15 %)
o
Hipertensif
o
Malformasi arteri-vena (kelainan
bentuk pada pembuluh arteri dan vena)
o
Angiopati amiloid
3.
Perdarahan subaraknoid (5 %)
4.
Penyebab lain (dapat menimbulkan
infark atau perdarahan)
a.
Trombosis sinus dura
b.
Diseksi arteri karotis atau
vertebralis
c.
Vaskulitis sistem saraf pusat
(radang penyakit pada system saraf pusat)
d.
Penyakit moya-moya (oklusi arteri
besar intrakranial yang progresif)
e.
Migren
f.
Kondisi hiperkoagulasi (koagulasi
tubuh meningkat)
g.
Penyalahgunaan obat (kokain atau
amfetamin)
h.
Kelainan hematologis (anemia sel
sabit, polisitemia, atau leukemia)
i.
Miksoma atrium
Faktor
Risiko terkena stroke
o
Yang tidak dapat diubah: usia, jenis
kelamin pria, ras, riwayat keluarga, riwayat TIA atau strok, penyakit jantung
koroner, fibrilasi atrium, dan heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria.
o
Yang dapat diubah: hipertensi,
diabetes melitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral,
hematokrit meningkat, bruit karotis asimtomatis, hiperurisemia, dan
dislipidemia.
2.
Manifestasi
Klinis
Pada
strok non hemoragik (iskemik), gejala utamanya adalah timbulnya defisit
neurologis secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi pada
waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak menurun; kecuali
bila embolus cukup besar. Biasanya terjadi pada usia> 50 tahun.
Menurut
WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases and Related
Health Pro6lem 10th Revision, strok hemoragik dibagi atas:
1.
Perdarahan intraserebral (PIS)
2.
Perdarahan subaraknoid (PSA)
Strok
akibat PIS mempunyai gejala prodromal yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala
karena hipertensi.Serangan seringkali siang hari, saat aktivitas, atau
emosi/marah.Sifat nyeri kepalanya hebat sekali.Mual dan muntah sering terdapat pada permulaan
serangan. Hemiparesis/hemiplegi biasa terjadi sejak permulaan serangan
Pada
pasien dengan PSA didapatkan gejala prodromal berupa nyeri kepala hebat dan
akut.Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi.Ada gejala/tanda
rangsangan meningeal.Edema papil dapat terjadi bila ada perdarahan subhialoid
karena pecahnya aneurisma pada a. komunikans anterior atau a. karotis interna.
Gejala
neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah
dan lokasinya. Manifestasi klinis strok akut dapat berupa:
o
Kelumpuhan wajah atau anggota badan
(biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak
o
Gangguan sensibilitas pada satu atau
lebih anggota badan (gangguan hemisensorik)
o
Perubahan mendadak status mental
(konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma)
o
Afasia (bicara tidak lancar,
kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami ucapan)
o
Disartria (bicara pelo atau cadel)
o
Gangguan penglihatan (hemianopia
atau monokuler) atau diplopia
o
Ataksia (trunkal atau anggota badan)
3. Penatalaksanaan
Stroke
Akut di Unit Gawat Darurat
Waktu
adalah otak merupakan ungkapan yang menunjukkan betapa pentingnya pengobatan
strok sedini mungkin, karena ‘jendela terapi’ dari strok hanya 3-6
jam.Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan besar dalam
menentukan hasil akhir pengobatan. Hal yang harus dilakukan adalah:
o
Stabilisasi pasien dengan tindakan
ABC
o
Pertimbangkan intubasi bila
kesadaran stupor atau koma atau gagal napas.
o
Pasang jalur infus intravena dengan
larutan salin normal 0,9 % dengan kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan
hipotonis seperti dekstrosa 5 % dalam air dan salin 0, 45 %, karena dapat
memperhebat edema otak
o
Berikan oksigen 2-4 liter/menit
melalui kanul hidung
o
Jangan memberikan makanan atau
minuman lewat mulut
o
Buat rekaman elektrokardiogram (EKG)
dan lakukan foto rontgen toraks
o
Ambil sampel untuk pemeriksaan
darah: pemeriksaan darah perifer lengkap dan trombosit, kimia darah (glukosa,
elektrolit, ureum, dan kreatinin), masa protrombin, dan masa tromboplastin
parsial
o
Jika ada indikasi, lakukan tes-tes
berikut: kadar alkohol, fungsi hati, gas darah arteri, dan skrining toksikologi
o
Tegakkan diagnosis berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisis
o
CT Scan atau resonansi magnetik bila alat
tersedia. Bila tidak ada, dengan skor Siriraj untuk menentukan jenis strok.
Prinsip
Penatalaksanaan Strok Iskemik
1.
Membatasi atau memulihkan iskemia
akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama) menggunakan trombolisis dengan
rt-PA (recombinant tissue plasminogen activator). Pengobatan ini hanya
boleh diberikan pada strok iskemik dengan waktu onset < 3 jam dan hasil CT
Scan normal. Obat ini sangat mahal dan hanya dapat dilakukan di rumah sakit
yang fasilitasnya lengkap.
2.
Mencegah perburukan neurologis yang
berhubungan dengan strok yang masih berkembang (‘jendela terapi’ sampai 72
jam.)
Protokol Penatalaksanaan Strok Iskemik Akut
1.
Pertimbangkan rt-PA intravena 0,9
mg/kgBB intravena (dosis maksimum 90 mg). Sepuluh persen diberikan bolus
intravena dan sisanya diberikan per drips dalam waktu 1 jam jika onset gejala
strok dapat dipastikan kurang dari 3 jam dan hasil CT Scanotak tidak
memperlihatkan infark dini yang luas.
2.
Pertimbangkan pemantauan irama
jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia miokard. Bila terdapat
fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan digoksin 0,125-0,5 mg
intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau amiodaron 200 mg drips dalam l2
jam.
3.
Tekanan darah yang tinggi pada strok
iskemik tidak boleh cepat-cepat diturunkan. Akibatnya,.penurunan tekanan darah
yang terlalu agresif pada strok iskemik akut dapat memperluas infark dan
perburukan neurologis. Aliran darah yang meningkat akibat tekanan perfusi otak
yang meningkat bermanfaat bagi daerah otak yang mendapat perfiasi marginal
(penumbra iskemik).Tetapi tekanan darah yang terlalu tinggi, dapat menimbulkan
infark hemoragik dan memperhebat edema serebri. Oleh sebab itu, pedoman untuk
penatalaksanaan hipertensi pada strok iskemik akut adalah bila terdapat salah satu
hal berikut:
o
Hipertensi diobati jika terdapat
kegawatdaruratan hipertensi nonneurologis:
1.
Iskemia miokard akut
2.
Edema paru kardiogenik
3.
Hipertensi maligna (retinopati)
4.
Nefropati hipertensif
5.
Diseksi aorta
o
Hipertensi diobati jika tekanan
darah sangat tinggi pada 3 kali pengukuran selang 15 menit:
1.
Sistolik > 220 mmHg
2.
Diastolik > 120 mmHg
3.
Tekanan arteri rata-rata > 140
mmHg.
o
Pasien adalah kandidat trombolisis
intravena dengan rt-PA di mana tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan
diastolik > 110 mmHg.
Dengan obat-obat antihipertensi
golongan penyekat alfa beta (labetalol), penghambat ACE (kaptopril atau
sejenisnya) atau antagonis kalsium yang bekerja perifer (nifedipin atau
sejenisnya) penurunan tekanan darah pada strok iskemik akut hanya boleh
maksimal 20% dari tekanan darah sebelumnya. Nifedipin sublingual harus
diberikan dengan hati-hati dan dengan pemantauan tekanan darah ketat setiap 15
menit atau dengan alat monitor kontinu sebab dapat terjadi penurunan tekanan
darah dapat drastis. Oleh sebab itu, sebaiknya dimulai dengan dosis 5 mg
sublingual dan dapat dinaikkan menjadi 10 mg tergantung respons sebelumnya.
Pada tekanan darah yang sulit diturunkan dengan obat di atas atau bila
diastolik > 140 mmHg secara persisten maka harus diberikan natrium
nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 pg/ml) dengan
kecepatan 3 ml/jam (10 Ixg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang
diinginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drips 10-20 ug/menit.
Tekanan darah yang rendah pada strok akut adalah tidak
lazim. Bila dijumpai maka tekanan darah harus dinaikkan dengan dopamin atau
dobutamin drips serta mengobati penyebab yang mendasarinya.
4.
Pertimbangkan observasi di unit
rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis atau radiologis adanya infark
hemisferik atau serebelum yang masif, kesadaran menurun, gangguan pernapasan,
atau strok dalam evolusi.
5. Pertimbangkan konsul bedah saraf untuk
dekompresi pada pasien dengan infark serebelum yang luas.
6. Pertimbangkan sken resonansi
magnetik pada pasien dengan strok vertebrobasiler atau sirkulasi posterior atau
infark yang tidak nyata pada CT Scan.
7.
Pertimbangkan pemberian heparin
intravena dimulai dosis 800 unit/jam, 20.000 unit dalam 500 ml salin normal
dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial mendekati 1,5
kontrol pada kondisi berikut ini:
o
Kemungkinan besar strok kardioemboli
o
Iskemia otak sepintas (TIA) atau
infark karena stenosis arteri karotis.
o
Strok dalam evolusi
o
Diseksi arteri
o
Trombosis sinus dura
Heparin merupakan kontraindikasi
relatif pada pasien dengan infark luas yang berhubungan dengan efek massa
atau konversi/transformasi hemoragik.
Pasien strok dengan infark miokard baru, fibrilasi atrium,
penyakit katup jantung atau trombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan
oral (warfarin) sampai minimal I tahun dengan mempertahankan masa protrombin
1,5-2,5 kali kontrol atau INR 2-3.
8.
Pemeriksaan penunjang neurovaskular
diutamakan yang noninvasif. Pemeriksaan berikut ini dianjurkan pada pasien
infark serebri bila alat tersedia dan biaya terjangkau.
o
Ekokardiografi untuk mendeteksi
adanya sumber emboli dari jantung. Pada banyak pasien,
ekokardiografi transtorakal sudah memadai.Ekokardiografi transesofageal
memberikan hasil yang lebih mendetail terutama kondisi atrium kiri dan arkus
aorta serta lebih sensitif untuk mendeteksi trombus mural atau vegetasi katup.
o
Ultrasonografi Doppler karotis
diperlukan untuk menyingkirkan stenosis karotis yang simtomatis serta lebih
dari 70%, yang merupakan indikasi untuk enarterektomi karotis.
9.
Pemeriksaan berikut ini dilakukan
selektif pada pasien tertentu.
o
Ultrasonografi Doppler transkranial
dapat dipakai untuk mendiagnosis oklusi atau stenosis arteri intrakranial
besar. Gelombang intrakranial yang abnormal dan pola aliran kolateral dapat
juga dipakai untuk menentukan apakah suatu stenosis pada leher menimbulkan
gangguan hemodinamik yang bermakna.
o
Angiografi resonansi magnetik dapat
dipakai untuk mendiagnosis stenosis atau oklusi arteri ekstrakranial atau
intrakranial
o
Pemantauan Holter dapat dipakai
untuk mendeteksi fibrilasi atrium intermiten.
10.
Pertimbangkan pemeriksaan darah
berikut ini pada kasus-kasus penyebab strok yang tidak lazim, terutama pada
usia muda :
o
Kultur darah jika mencurigai
endokarditis.
o
Pemeriksaan prokoagulan: aktivitas
protein C, aktivitas protein S, aktivitas antitrombin III, antikoagulan lupus,
antibodi antikardiolipin.
o
Pemeriksaan untuk vaskulitis:
antibodi antinuklear (ANA), faktor reumatoid, reagin plasma cepat (RPR),
serologi virus hepatitis, laju endap darah, elektroforesis protein serum,
krioglobulin, dan serologi virus herpes simpleks.
o
Profil koagulasi untuk menyingkirkan
koagulasi intravaskular diseminata (DIC).
o
Beta gonadotropin korionik manusia
(β-HCG) untuk menyingkirkan kehamilan pada wanita muda dengan strok.
Protokol Penatalaksanaan Strok
Hemoragik
1.
Singkirkan kemungkinan koagulopati:
pastikan hasil masa protrombin dan masa tromboplastin parsial adalah normal.
Jika masa protrombin memanjang, berikan plasma beku segar (FFP) 4-8 unit intravena
setiap 4 jam dan vitamin K 15 mg intravena bolus, kemudian 3 kali sehari 15 mg
subkutan sampai masa protrombin normal. Koreksi amikoagulasi heparin dengan
protamin sulfat 10-50 mg lambat bolus (1 mg mengoreksi 100 unit heparin)
2.
Kendalikan hipertensi: Berlawanan
dengan infark serebri akut, pendekatan pengendalian tekanan darah yang lebih
agresif dilakukan pada pasien dengan perdarahan intraserebral akut, karena
tekanan yang tinggi dapat menyebabkan perburukan edema perihematoma serta meningkatkan
kemungkinan perdarahan ulang. Tekanan darah sistolik > 180 mmHg harus
diturunkan sampai 150-180 mmHg dengan labetalol (20 mg intravena dalam 2 menit;
ulangi 40-80 mg intravena dalam interval 10 menit sampai tekanan yang
diinginkan, kemudian infus 2 mg/ menit ( 120 ml/jam) dan dititrasi atau
penghambat ACE (misalnya: kaptopril 12,5-25 mg , 2-3 kali sehari) atau
antagonis kalsium (misalnya nifedipin oral 4 kali 10 mg).
3.
Pertimbangkan konsultasi bedah saraf
bila: perdarahan serebelum diameter lebih dari 3 cm atau volum > 50 ml )
untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal bila ada
hidrosefalus obstruktif akut atau kliping aneurisma.
4.
Pertimbangkan angiograti untuk
menyingkirkan aneurisma atau malformasi arteriovenosa. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan pada pasi ia muda (< 50 tahun) yang non-hipertensif bila tersedia
fasilitas.
5.
Berikan manitol 20% ( 1 kg/kgBB,
intravena dalam 20-30 menit) untuk pasien dengan koma dalam atau tanda-tanda
tekanan intrakranial yang meninggi atau ancaman herniasi. Steroid tidak terbukti efektif
pada perdarahan intraserebral.Steroid hanya dipakai pada kondisi ancaman herniasi transtentorial.Hiperventilasi
dapat dilakukan untuk membantu menurunkan tekanan intrakranial.
6.
Pertimbangkan fenitoin (10-20 mgl
kgBB intravena, kecepatan maksimal 50 mg/ menit; atau per oral) pada pasien
dengan perdarahan luas dan derajat kesadaran menurun.Umumnya, antikonvulsan
hanya diberikan bila ada aktivitas kejang. Namun, terapi profilaksis
beralasanjika kondisi pasien cukup kritis dan membutuhkan intubasi, terapi
tekanan intrakranial meningkat atau pembedahan.
7.
Pertimbangkan terapi hipervolemik
dan nimodipin untuk mencegah vasospasme bila secara klinis, pungsi lumbal atau CT Scan menunjukkan perdarahan
subaraknoid akut pruner
8.
Perdarahanintraserebral
o
Obati penyebabnya
o
Turunkan tekanan intrakranial yang
meninggi
o
Berikan neuroprotektor
o
Tindakan bedah, dengan pertimbangan
usia dan skala koma Glasgow (> 4), hanya dilakukan pada pasien.dengan:
1.
Perdarahan serebelum dengan diameter
> 3 cm (kraniotomi dekompresi )
2. Hidrosefalus akut akibat perdarahan
intraventrikel atau serebelum (VP shunting)
3.
Perdarahan lobar di atas 60 cc
dengan tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi
9.
Tekanan
intrakranial yang meninggi
pada pasien strok dapat diturunkan dengan salah satu cara/gabungan berikut ini
:
1.
Manitol bolus, 1 gram/kgBB dalam 20-
30 menit kemudian dilanjutkan dengan dosis 0,25- 0,5 g/kgBB setiap 6 jam sampai
maksimal 48 jam. Target osmolaritas = 300-320 mosmol/ liter
2.
Gliserol 50 % oral , 0,25-1 g/ kg
setiap 4-6 jam atau gliserol 10 % intravena, 10 ml/ kgBB dalam 3-4jam (untuk
edema serebri ringan-sedang)
3.
Furosemid 1 mg/kgBB intravena
4.
Intubasi dan hiperventilasi terkontrol
dengan oksigen hiperbarik sampai pCOz = 2935 mmHg.
5.
Steroid tidak diberikan secara rutin
dan masih kontroversial.
6.
Tindakan kraniotomi dekompresif
10.
Perdarahan subaraknoid
o
Nimodipin dapat diberikan untuk
mencegah vasospasme pada perdarahan subaraknoid primer akut.
o
Tindakan operasi dapat dilakukan
pada perdarahan subaraknoid stadium I dan II akibat pecahnya aneurisma sakular
Berry (clipping) dan adanya komplikasi hidrosefalus obstruktif (VP
shunting)
Perawatan
Umum
Kebanyakan
morbiditas dan mortalitas strok berkaitan dengan komplikasi non neurologis,
yang dapat diminimalkan dengan beberapa perawatan umum berikut ini:
1.
Demam: demam dapat mengeksaserbasi cedera
otak iskemik dan harus diobati secara agresif dengan antipiretik (asetaminofen)
atau kompres dingin, jika diperlukan. Penyebab demam tersering adalah pneumonia aspirasi, lakukan kultur darah dan
urin kemudian berikan antibiotik intravena secara empiris (sulbenisilin,
sefalosporin, dll) dan terapi akhir sesuai hasil kultur.
2.
Nutrisi: pasien strok memiliki risiko
tinggi untuk aspirasi. Bila pasien sadar penuh, tes kemampuan menelan dapat
dilakukan dengan memberikan satu sendok teh air putih kepada pasien dengan
posisi badan setengah duduk dan kepala fleksi ke depan sampai dagu menyentuh
dada, perhatikan apakah pasien tersedak atau batuk dan apakah suaranya berubah
(negatif). Bila tes menelan negatif atau pasien dengan kesadaran menurun,
berikan makanan enteral melalui pipa nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam
pertama setelah onset strok.
3.
Hidrasi
intravena:
Hipovolemia sering ditemukan pada pasien strok dan harus dikoreksi dengan
kristaloid isotonis. Cairan hipotonis (misalnya dekstrosa 5% dalam air, larutan
NaCl 0,45 %) dapat memperhebat edema serebri dan harus dihindari.
4.
Glukosa: Hiperglikemia dan hipoglikemia
dapat menimbulkan eksaserbasi iskemia. Walaupun relevansi klinis dari efek ini
pada manusia belum jelas, tetapi para ahli sepakat bahwa hiperglikemia (kadar
glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl) harus dicegah. Skala luncur (sliding
scale) setiap 6 jam selama 3-5 hari sejak onset strok.
o
< 50 mg/dl : dekstrosa 40 % 50 ml
bolus intravena
o
100-200 mg/dl : pengobatan (-), NaCl 0,9 % atau Ringer laktat.
o
200-250 mg/dl : insulin 4 unit
intravena
o
250-300 mg/dl : insulin 8 unit
intravena
o
300-350 mg/dl : insulin 12 unit
intravena
o
350-400 mg/dl : insulin 16 unit
intravena
o
> 400 mg/dl : insulin 20 unit
intravena
5.
Perawatan
paru:
fisioterapi dada setiap 4 jam harus dilakukan untuk mencegah atelektasis paru
pada pasien yang tidak bergerak.
6.
Aktivitas: Pasien dengan strok harus
dimobilisasi dan dilakukan fisioterapi sedini mungkin bila kondisi klinis
neurologis dan hemodinamik stabil. Untuk fisioterapi pasif pada pasien yang belum
boleh bergerak, perubahan posisi badan dan ekstremitas setiap 2 jam untuk
mencegah dekubitus, latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali
sehari untuk mencegah kontraktur. Splin tumit untuk mempertahankan pergelangan
kaki dalam posisi dorsofleksi dapat juga mencegah pemendekan tendon Achilles.
Posisi kepala 30 derajat dari bidang horisontal untuk menjamin aliran darah
yang adekuat ke otak dan aliran balik vena dari otak ke jantung, kecuali pada
pasien dengan hipotensi (posisi datar), pasien dengan muntah-muntah (dekubitus lateral kiri), pasien
dengan gangguan jalan napas (posisi kepala ekstensi). Bila kondisi
memungkinkan, maka pasien harus segera dimobilisasi aktif ke posisi tegak,
duduk dan pindah ke kursi sesuai toleransi hemodinamik dan neurologis.
7.
Neurorestorasi
dini:
stimulasi sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta visuospasial harus
dilakukan sedini mungkin untuk mempercepat restorasi fungsi-fungsi otak yang
terganggu. Depresi atau amnesia juga harus dikenali dan diobati sedini mungkin.
8.
Profilaksis
trombosis vena dalam:
Di luar negeri, pasien strok iskemik dengan imobilisasi lama yang tidak dalam
pengobatan heparin intravena harus diobati dengan heparin 5.000 unit atau
Fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari untuk mencegah pembentukan
trombus dalam vena profunda, karena insidensnya sangat tinggi. Terapi ini juga
dapat diberikan pada pasien dengan perdarahan intraserebral setelah 72 jam
sejak onset. Di Indonesia, terapi ini masih diperdebatkan karena angka kejadian
trombosis vena
pascastrok jarang dilaporkan.
9.
Perawatan
vesika:
Kateter urin menetap (kateter Foley) sebaiknya hanya dipakai dengan pertimbangkan khusus (kesadaran menurun,
demensia, afasia global). Pada pasien yang sadar dengan gangguan berkemih,
kateterisasi intermiten secara steril setiap 6 jam lebih disukai untuk mencegah
kemungkinan infeksi, pembentukan batu, dan gangguan sfingter vesika terutama
pada pasien laki-laki yang mengalami retensi urin atau pasien wanita dengan
inkontinensia atau retensio urin. Latihan vesika harus dilakukan
sedini mungkin bila pasien sudah
sadar.
Pencegahan
A.
Pencegahan Primer
1.
Strategi kampanye nasional yang
terintegrasi dengan program pencegahan penyakit vaskular lainnya
2.
Memasyarakatkan gaya hidup sehat
bebas strok :
o
menghindari: rokok, stres mental,
alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-obat golongan amfetamin,
kokain, dan sejenisnya
o
mengurangi: kolesterol dan lemak
dalam makanan
o
mengendalikan: hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium, infark miokard akut,
penyakit jantung reumatik), penyakit vaskular aterosklerotik lainnya.
o
menganjurkan: konsumsi gizi seimbang
dan olah raga teratur.
B.
Pencegahan Sekunder
1.
Modifikasi gaya hidup berisiko strok
dan faktor risiko misalnya:
o
Hipertensi: diet, obat
antihipertensi yang sesuai.
o
Diabetes melitus: diet, obat
hipoglikemik oral/insulin
o
Penyakit jantung aritmia nonvalvular
(antikoagulan oral).
o
Dislipidemia: diet rendah lemak dan
obat antidislipidemia
o
Berhenti merokok
o
Hindari alkohol, kegemukan, dan
kurang gerak
o
Hiperurisemia: diet,
antihiperurisemia.
o
Polisitemia.
2.
Melibatkan peran serta keluarga
seoptimal mungkin.
3.
Obat-obatan yang digunakan:
o
Asetosal (asam asetil salisilat)
digunakan sebagai obat pilihan pertama, dengan dosis berkisar antara 80-320
mg/hari.
o
Antikoagulan oral
(warfarin/dikumarol) diberikan pada pasien dengan faktor risiko penyakit
jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan katup), kondisi
koagulopati yang lain dengan syarat-syarat tertentu. Dosis awal warfarin 10
mg/hari dan disesuaikan setiap hari berdasarkan hasil masa protrombin/trombotes
(masaprotrombin 1,3-1,5 kali nilai kontrol atau INR=2-3 atau trombotes 10-15%),
biasanya baru tercapai setelah 3-5 hari pengobatan. Bila masa
protrombin/trombotes sudah stabil maka frekuensi pemeriksaannya dikurangi
menjadi setiap minggu kemudian setiap bulan.
o
Pasien yang tidak tahan asetosal,
dapat diberikan tiklopidin 250-500 mg/hari, dosis rendah asetosal 80 mg +
cilostazol 50-100 mg/hari, atau asetosal 80 mg + dipiridamol 75-150 mg/hari.
4.
Tindakan Invasif
o
Flebotomi untuk polisitemia.
o
Enarterektomi karotis hanya
dilakukan pada pasien yang simtomatik dengan stenosis 70-99 % unilateral dan
baru.
o
Tindakan bedah lainnya (reseksi artery
vein malformation [AVM], kliping aneurisma Berry).
Sumber : dr. Hermanto Muhammad (SmartDoctor Application)
Edit : Tsabuut Syamsun Ni’am
Langganan:
Postingan (Atom)
Pelatihan NCP/PAGT 2019: A Dream Come True
Selamat pagi, sudah lama tidak menulis di blog ini. Dalam sebuah momen/kegiatan pasti ada cerita nya, ada hal unik nya, ada juga...
-
Berikut adalah judul judul skripsi yang diajukan oleh mahasiswa Gizi Klinik Politeknik Negeri Jember Angkatan 2012, semoga bisa me...
-
Berikut 10 nama Facebook ter-Alay di Indonesia :p 1. YantHy Chibiemakhindcenhadcenhud Aydose Kalau diartikan ini kyaknya Yanthi ...
-
Berikut ada lah pedoman menyusun PAGT atau Proses Asuhan Gizi Terstandar PAGT ini disusun untuk menyelesaikan Asuhan Gizi kasus pas...